Sidasari - Sidaurip - Gandrungmangu - Cilacap - Jawa Tengah (53254) Salam dari desa!

Minggu, 19 Januari 2014

Sungai Sidasari (Kali Apur), Tumpangsari, Keburan, dan Mancing

بسم الله الرحمن الرحيم

Di pinggir Dusun Sidasari-Desa Sidaurip sebelah timur terdapat kali yang memisahkan pemukiman warga dengan area persawahan. Orang-orang menyebutnya dengan kali Apur. Kali artinya sungai dalam bahasa Indonesia. Nama kali Apur adalah nama yang umum dipakai oleh orang-orang di wilayah sekitar Gandrungmangu untuk menyebut sungai buatan atau bahkan saluran irigasi yang besar. Seperti halnya sungai Sidasari yang juga merupakan sungai buatan. Saya pribadi lebih setuju dinamakan dengan sungai Sidasari karena terletak di Dusun Sidasari, sekaligus untuk membedakan dengan sungai-sungai buatan yang lainnya.
 
Kali Sidasari beberapa waktu yang lalu.

Secara persis saya tidak tahu kapan sungai Sidasari dibuat. Tapi perkiraan saya sih dibuat sekitar dekade 1970/1980-an (ngarang hahaha...). Karena ketika saya kecil di tahun 1990-an awal, kali tersebut sudah ada. Jadi proyek itu mungkin bagian dari program Pelita (Pembangunan Lima Tahun) pada zaman Presiden Soeharto, termasuk juga proyek-proyek pembangunan infrastruktur skala besar di wilayah Sidaurip seperti pembuatan dan pengaspalan jalan dari Sidaurip sampai Tumpangsari, serta beberapa jembatan. Tapi entah Pelita yang ke berapa, soalnya saya sudah lupa pelajaran IPS waktu SD hehe...

Saya dulu hanya mendengar cerita pembuatannya dari orang tua dan beberapa sesepuh di Sidasari, sampai sekarang belum menemukan referensinya yang tertulis. Suatu saat nanti kalau ada kesempatan akan saya coba tanyakan lagi. Menurut cerita para orang tua dulu, kali Sidasari dan kali Tumpangsari dibuat dengan mempekerjakan masyarakat sekitar atau istilahnya padat karya. Selain itu juga katanya menggunakan buldozer yang orang Sidasari menyebutnya dengan bego (mungkin yang dimaksud adalah back hoe). Hulu/ujung kali Sidasari berada sisi selatan Dusun Sidasari bagian utara, tepatnya dekat dengan ujung gang/terobosan yang dari arah Masjid Jami' Daarussalam (Masjid Tapang). Dari sanalah kali Sidasari berawal kemudian mengarah ke selatan bersambung dengan kali Tumpangsari yang melintang dari timur ke barat.

Fungsi kali Sidasari adalah sebagai saluran air atau pembuangan air dari Sidaurip menuju laut dengan mengalirkannya melalui kali-kali lain. Tapi bagi anak-anak di sekitar Sidasari, kali tersebut juga jadi tempat keburan (berenang) yang asik terutama ketika airnya dalam dan agak bersih. Selain itu di kali Sidasari juga terdapat banyak ikan, sehingga masyarakat sering menangkap ikan dengan memancing atau menjaring disana. Bahkan banyak pencari ikan yang datang dari daerah lain.
Njaring ikan di kali Sidasari
Salah satu powotan diatas kali Sidasari
Lagi pada mancing
 Sebagaimana lazimnya sungai-sungai lain, kali Sidasari dan Tumpangsari juga mengalami pendangkalan karena erosi tanah. Selain itu juga dikarenakan invasi tanaman eceng gondok yang mulai ada pada tahun 1990-an, yang menutupi permukaan sungai. Hal itu sering menyebabkan terjadinya banjir di Sidasari ketika musim penghujan, dan sungai menjadi kering ketika kemarau. Hingga akhirnya pada tahun 2010 dilakukan normalisasi kali dengan dikeruk menggunakan bego. Hasilnya saat ini kali Sidasari dan Tumpangsari menjadi dalam lagi, ikan-ikan menjadi banyak lagi, Sidasari tidak lagi banjir ketika musim hujan, dan sungai tetap terdapat air ketika kemarau.
Bermain di gorong-gorong di kali Sidasari yang mengering (2006)
Kondisi kali Sidasari yang dangkal dan mengering pada musim kemarau (2006)
Kali Sidasari sedang dinormalisasi (2010)
Powotan sementara menggunakan glugu saat kali dikeruk (2010)
Kali Tumpangsari menurut cerita yang saya dengar juga merupakan kali buatan, mungkin semacam sodetan yang menghubungkan kali Cimeneng di sebelah timur dengan kali Ciberem di sebelah barat. Pada titik pertemuan antara kali Tumpangsari dengan kali Cimeneng dan Ciberem dibangun jembatan sekaligus pintu air yang disebut dengan kelep wetan dan kelep kulon. Dulunya kali Tumpangsari berada persis di pinggir alas (hutan) mangrove yang dikelola oleh PERHUTANI, namun saat ini hutan tersebut sudah tidak ada lagi karena berubah fungsi menjadi lahan persawahan. Daerah bekas hutan itulah yang disebut wilayah Tumpangsari. Penamaan Tumpangsari diambil dari istilah hutan Tumpang Sari, karena hutan tersebut dulu dikelola oleh PERHUTANI secara tumpang sari dengan melibatkan masyarakat sekitar. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan (wikipedia.org). PERHUTANI menanam pohon Kayu Putih dan Akasia di hutan tersebut, sedangkan masyarakat menanam padi dan tanaman palawija lainnya.

 Hutan Tumpangsari tersebut termasuk jenis hutan mangrove/hutan payau dengan topografi berupa rawa-rawa dan lahan pasang surut. Vegetasi khas yang dulu banyak terdapat di hutan tersebut diantaranya adalah putut, bogem/mbulu, jerujon/jeruju, ketapang, nyamplung, klepu, sukun, jambu kluthuk alas, cimplukan, wlingi dan jenis semak-semakan yang lain. Hewan yang terdapat di hutan tersebut juga sangat banyak. Tetapi yang sangat khas buat masyarakat sekitar diantaranya adalah ikan bogo, betik dan sepat, burung mliwis, cangak dan blekok, ada juga yuyu kredek serta coplek belek. Bahkan kabarnya dulu juga ada macan dan banyak babi hutannya. Di dalam hutan dulu juga dibuat pos penjagaan oleh PERHUTANI, masyarakat menyebutnya sebagai joglo. Ketika saya kecil pernah diajak orang tua ke joglo yang megah tersebut. Tapi itu adalah dulu, sekarang keadaannya sudah sangat berubah. Sekarang tidak ada lagi pepohonan lebat di sana, coplek belek juga tidak pernah dijumpai lagi. Joglo sudah lama lenyap karena dibakar oleh orang tidak dikenal ketika muncul perambahan oleh masyarakat sekitar tahun 1996-an. Masyarakat menebang pohon-pohon agar dapat membuat sawah disana.

 Tidak ada lagi alas Tumpangsari di Sidaurip, tetapi wilayah bekas hutan tersebut sampai sekarang menjadi disebut wilayah Tumpangsari. Merupakan bagian dari desa Sidaurip paling selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Kampung Laut. Secara hukum lahan tersebut mungkin masih milik PERHUTANI walaupun faktanya sekarang masyarakatlah yang menggarap dan menguasainya. Kabarnya lahan sengketa antara warga dan PERHUTANI tersebut sudah pernah diusahakan masuk dalam program reformasi agraria (suaramerdeka.com).
Jalan dan tanggul kali Tumpangsari
Kebanyakan warga yang tinggal di wilayah Tumpangsari adalah para pendatang dari wilayah Jawa Barat yang beretnis Sunda.
Location: Sidaurip, Gandrungmangu, Cilacap, Central Java, Indonesia

0 comments:

Posting Komentar

 
Terima kasih atas kunjungannya. Kritik, saran, informasi dan lain-lain dapat dikirimkan melalui kontak yang tersedia